Pangeran Cendana Mulai Masuk Dalam Kancah Perpolitikan ... Diawali Dengan Mengkritisi Hutang Di Era Kepemimpinan Jokowi Mampukah Tommy Soeharto Menggeser Popularitas Jokowi ??? - Berita terkini

Recent Posts

Breaking

Post Top Ad

Post Top Ad

Sunday, September 17, 2017

Pangeran Cendana Mulai Masuk Dalam Kancah Perpolitikan ... Diawali Dengan Mengkritisi Hutang Di Era Kepemimpinan Jokowi Mampukah Tommy Soeharto Menggeser Popularitas Jokowi ???





Hutomo Mandala Putra (Tommy Soeharto)

Di beberapa media online grup Jawa Pos memuat statmen, Putra mantan Presiden Soeharto, Hutomo Mandala Putra, yang mengkritisi hutang di kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Pria yang akrab disapa Tommy itu, mengaku prihatin dengan besarnya utang negara saat ini. Menurutnya, harus dicarikan solusi bersama agar Indonesia tidak terus ketergantungan meminjam uang dari negara lain.

Pria yang saat ini menjadi Ketua Dewan Pembina Partai Berkarya berpendapat, utang akan terus diwariskan kepada anak dan cucu. Sehingga pemerintah mulai dari sekarang harus bisa berhemat, jangan mengeluarkan uang yang dianggap ‎tidak perlu. Dia juga berpesan agar pemerintah Jokowi untuk memanfaatkan melimpahnya sumber daya alam yang dimiliki Indonesia ini. Jangan biarkan bangsa asing menikmati dan mengelola kekayaan di Ibu Pertiwi ini.

Berdasarkan Informasi yang dihimpun, selama kurang lebuh tiga tahun kepemimpinan Presiden Jokowi berjalan, utang pemerintah Indonesia bertambah Rp 1.062,4 triliun.Data Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat jumlah utang pemerintahan di akhir 2014 adalah Rp 2.700 triliun, dan naik hingga posisi akhir April 2017 menjadi Rp 3.667,33 triliun.

Namun, perlu diketahui kenaikan jumlah hutang yang dialami oleh Indonesia terjadi secara turun temurun. Selama 10 tahun pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Indonesia berhutang sebanyak Rp 1.300 triliun. Yakni, pada 2004 Presiden SBY berhutang sebesar Rp 1.311 triliun. Diakhir masa jabatanya mencapai Rp 2.700 triliun.

Pada pemerintahan Megawati hutang Indonesia tidak terlalu besar. Pada 2002, awal masa jabatan Megawati, hutang Indonesia mencapai Rp 1.223,7 triliun. Diakhir masa jabatannya, pada 2004 hutang Indonesia mencapai Rp 1.298 triliun. Artinya, pada zaman Presiden Megawati Indonesia berhutang tidak sampai Rp 70 triliun.

Lalu, pada zaman Gus Dus. Pada zaman ini Gus Dus tidak lama memimpin. Gusdur hanya memimpin sekitar dua tahun saja. Pada 2000 hutang Indonesia hanya mencapai 1.232,8 triliun. Sedangkan pada 2001, hutang hanya mencapai Rp 1.271,4 triliun. Hutang Indonesia pada zaman Gus Dus tidak sampai Rp 40 triliun.

Bagaimana pada zaman presiden BJ. Habibie? Hutang pada zaman BJ. Habibir cukup tinggi, yaitu mencapai Rp 938,8 triliun. Sedangkan pada pemerintahan Soeharto turun Indonesia memiliki hutang sebesar Rp 551,4 triliun. Ada baiknya, ucapan Tommy tidak usah dilontarkan. Sebab, Hutang Indonesia yang semakin tinggu dimulai dari kehancuran ekonomi yang ditinggalkan oleh Presiden Soeharto.

Jumlah peninggalan hutang paling banyak ditinggalkan oleh Presiden SBY. Kedua oleh presiden BJ Habibie. Untuk jumlah hutang, masa kepemimpinan Jokowi masih belum selesai. Jadi masih belum bisa dihitung secara total. Namun, perlu diingatkan Indonesia harus berhutang akibat terjadinya tragedi 1998. Di mana pada saat itu, perekonomian Indonesia tidak stabil.

Saat itu adalah Indonesia alami krisis keuangan, sistem keuangan Indonesia hancur dan Indonesia harus melalukan bailout, yang memakan hampir 70% PDB untuk menyelamatkan sistem keuangan. Pada saat yang bersamaan juga, lengsernya Soeharto meninggalkan berbagai permasalahan di bidang ekonomi. Hal ini berdampak pada peningkatan hutang Indonesia. Serta menstabiliasasikan ekonomi Indonesia.

Selama bertahun-tahun Indonesia berfokus untuk menstabilkan ekonomi. Sehingga, untuk infrastruktur tidak terlalu dipikirkan. Di tengah krisis ekonomi, rasio utang Indonesia pun mencapai 100% dari PDB. Sehingga, APBN jadi instrumen untuk mengurangi rasio utang tersebut. Tema itu sudah mulai dilakukan sejak era Suharto hingga Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Rasio utang terhadap PDB 100%, turun 80%, lalu 70%. Pada saat Sri Mulyani menjadi Menteri Keuangan selama 10 tahun lalu hampir 60%, artinya 60% dari PDB itu adalah utang. Jika dilihat Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) Indonesia lebih berat membayar cicilan dan bunga utang. Ukuran ekonominya berkembang cepat maka utang Indonesia walaupun naik rasionya makin lama makin turun.

Barulah, pada 2015 Indonesia baru memulai pembangunan Infrastruktur. Di sisi lain, infrastruktur menjadi salah satu modal negara, agar dianggap sebagai negara yang maju dan memberikan keadilan bagi masyarakatnya. Indeks pembangunan infrastruktur Indonesia saat ini masih berada di bawah garis standar negara-negara di Asia, yang artinya masih kalah dibandingkan dengan Malaysia, India, hingga China.

Dengan penggunaan APBN untuk menurunkan rasio utang, maka pembangunan infrastruktur tidak menjadi prioritas. Oleh karenanya, saat ini sudah menjadi momentum bagi pemerintah mengejar ketertinggalan pembangunan infrastruktur.

Kalau bicara infrastruktur itu bukan kemewahan lagi, orang yang punya mobil atau tidak sama frustasinya. Serta kebutuhan akan listrik tidak bisa ditunda. Selain itu, jika tidak memiliki akses listrik, maka anda tidak punya akses ke dunia, listrik, jalan, pelabuhan, bandara.

No comments:

Post a Comment

Post Top Ad